Apa Itu Garis Imajiner di Yogyakarta? Garis Imajiner di Yogyakarta adalah garis khayal yang membujur dari arah selatan ke utara, yang ditarik dari Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi sebagai poros. Dilansir dari laman kratonjogja.id, tidak seperti anggapan masyarakat Keraton Yogyakarta pada umumnya, posisi Laut Selatan, Keraton Yogyakarta, dan Gunung Merapi ternyata tidak persis berada dalam satu garis lurus. Oleh karena itu, poros yang dibentuk dari ketiga tempat tersebut kemudian disebut sebagai garis imajiner. Adapun sumbu yang membentang dari utara ke selatan dalam satu garis lurus adalah jalan yang menghubungkan Tugu Golong Gilig, Keraton, dan Panggung Krapyak, yang kini disebut sebagai Sumbu Filosofi Yogyakarta.
Makna Garis Imajiner di Yogyakarta Tak hanya sebatas menjadi garis imajiner di Yogyakarta, namun konsep garis imajiner ini juga memiliki sisi spiritual berdasarkan konsepsi Jawa. Seperti diketahui, Keraton Yogyakarta dibangun berdasarkan konsepsi Jawa dengan mengacu pada bentang alam yang ada, seperti gunung, laut, sungai, serta daratan. Dilansir dari laman kratonjogja.id, konsep garis imajiner dalam tata ruang Kota Yogyakarta ini oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I atau juga dikenal sebagai Pangeran Mangkubumi ini sudah diterapkan saat membangun Kota Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono I saat itu mulai membangun Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755 dan mulai digunakan pada 7 Oktober 1756.
Prinsip utama yang dijadikan dasar pembangunan keraton oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I adalah konsepsi Hamemayu Hayuning Bawono. Hamemayu Hayuning Bawono artinya membuat bawono (alam) menjadi hayu (indah) dan rahayu (selamat dan lestari). Konsep-konsep tersebut kemudian diterapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I ketika membangun tata letak Kota Yogyakarta dan Keraton Yogyakarta.
Dilansir dari laman tataruang.jogjakota.go.id, penciptaan poros imajiner yang melambangkan keseimbangan hubungan manusia dan alam dengan kelima unsurnya, yakni api (dahana – Gunung Merapi), tanah (bantala – bumi Ngayogyakarta), air (tirta – Laut Selatan), angin (maruta) dan akasa (ether) disimbolkan dari Panggung Krapyak hingga Keraton dengan vegetasi di area tersebut. Selain garis imajiner, Sumbu Filosofi Yogyakarta juga menjadi pengejawantahan perjalanan siklus hidup manusia berdasarkan konsepsi Sangkan Paraning Dumadi.
Perjalanan dari arah selatan yang dimulai dari Panggung Krapyak menuju Keraton mewakili konsepsi sangkan (asal) dan proses pendewasaan manusia. Kemudian perjalanan dari arah utara yang dimulai dari Tugu Golong Gilig menuju ke Keraton mewakili filosofi paran (tujuan), yaitu perjalanan manusia menuju Sang Pencipta. Sementara bagi Sultan yang bertahta, Sumbu Filosofi Yogyakarta memiliki ke arah utara yang dimulai dari Keraton menuju ke Tugu Golong Gilig memiliki filosofi Manunggaling Kawula Gusti. Sebaliknya, dari Keraton menuju Panggung Krapyak merupakan area akhir (pungkuran) dengan adanya Plengkung Nirbaya (Plengkung Gading) yang menjadi ruas jalan menuju tempat peristirahatan terakhir para Sultan di Pajimatan Imogiri.
sumber artikel : https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/09/19/184705778/mengenal-garis-imajiner-dan-sumbu-filosofi-yogyakarta?page=all





